Wednesday, January 8, 2020

kisah liburanku semester 1

                                  

KISAH LIBURANKU KE JOGJA

Halo, kali ini saya akan menceritakan tentang kisah liburan semester 1. Pada hari minggu, saya dan keluarga saya pegi ke jogja menggunakan pesawat garuda airlines.

Sesaat setelah mendarat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta,  kami langsung menuju Candi Prambanan di Jalan Magelang. Lokasi wisata dengan seribu candi ini sangat indah dinikmati menjelang matahari terbenam, dan seperti biasa kami tidak bisa melewatinya tanpa photo-photo. Puas menjelejahi Prambanan, kami langsung menuju  Hotel yang terletak di jalan Sostrowijayan. Lokasi ini memang menjadi pusat turis-turis menginap, baik turis domestik maupun turis lokal. Di daerah ini, harga kamarnya bervariasi, dari 150 ribu/malam hingga ratusan ribu rupiah. Sebelumnya kami sudah memesan 2 kamar di Hotel Eclipse. Hotel ini tergolong baru saat itu, tidak terlalu besar, hanya memiliki 26 kamar dengan kolam renang, namun cukup bersih dan asri, dengan harga kamar 400 ribu rupiah/malam. Malamnya, suami mengajak kami untuk santap malam di salah satu resto di jalan Kaliurang. Foodfez, nama cafenya, cukup luas, harga murah tapi rasanya hmmm……dijamin gak bakalan nyesel. Berbagai menu makanan ada di sini. Mulai dari nasi kebuli sampai tongseng. Kenikmatan bersantap para tamu juga ditambah dengan adanya live musik.






Hari kedua di Yogya, saatnya kami mengunjungi Candi Borobudur. Meski masih pagi dan belum waktunya libur sekolah, namun Candi yang pernah masuk dalam salah satu dari 7 keajaiban dunia ini sudah penuh dengan kelompok anak sekolah yang berwisata menjelang kenaikan kelas. Puas mengunjungi Candi yang sudah mengalami 2 kali renovasi besar-besaran, untuk mengisi perut kami makan siang di “Jejamuran”. Di resto ini, berbagai hidangannya terbuat dari aneka jenis jamur. Namun jangan salah, rasa jamurnya sudah tidak lagi terasa di lidah. Aneka hidangan mulai dari tongseng, sate hingga hidangan penutupnya pun berbahan dasar jamur. 

Usai bersantap siang, perjalanan wisata kami lanjutkan kembali. Suami membawa kami ke museum dan pabrik gula di jalan Solo. Di museum yang tidak terawat ini kami bisa melihat berbagai peralatan dan jenis-jenis gula yang biasa ditanam masyarakat. Sayangnya ketika kami akan melihat  pabrik gula yang letaknya bersebelahan, pabrik telah tutup. Info yang kami peroleh, pabrik buka untuk umum hingga pukul 14.00 wib, dan khusus hari minggu serta  tamu rombongan,  kita juga bisa mencoba naik lori pengangkut tebu. Meski agak kecewa karena tidak bisa melihat langsung proses pembuatan gula di pabriknya,  kekecewaan kami terobati dengan mengunjungi Pantai Baron dan Pantai Krakal. Awalnya kami akan mengunjungi pantai Parangtritis, namun sejumlah teman merekomendasikan ke pantai Baron dan Krakal, karena pantai Parangtritis sudah terlalu ramai. 

Perjalanan dari Jalan Solo selama 1,5 jam menuju Pantai Baron. Menurut saya tidak terlalu istimewa, karena merupakan pantai nelayan dan berbatasan langsung dengan laut selatan. Ombaknyapun cukup besar dan tidak ada aktivitas laut yang bisa kami lakukan selama di pantai ini. Dari pantai Baron, perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Krakal, tidak terlalu jauh dari pantai Baron. Sesuai dengan namanya, pantai ini dihiasi dengan batu-batu karang di bibir pantainya. Pantainya pun cukup bersih dan airnya jernih. Sayang sekali pantai ini tidak terawat dan masih kurang fasilitas bagi wisatawan.  Setelah cukup lelah dari dua pantai tsb, searah jalan kembali ke Hotel kami langsung santap malam. Menu makan malam kami adalah bebek pak slamet. Meski asalnya di Solo dan di Jakartapun sudah ada cabangnya, namun bebek goreng pak slamet ini tidak pernah bosan kami santap, karena renyah dan sambelnya yang muantab.

Hari ke tiga, kami tidak perlu berangkat terlalu pagi, karena hari ini kami  hanya akan berwisata di dalam kota Yogya. Perjalanan kami awali di Jalan Malioboro, pusat kota Yogya yang sudah sangat terkenal itu. Jalan-jalan di sepanjang jalan Malioboro di hari libur anak sekolah menjadi tidak nyaman karena dimana-mana penuh dengan kerumunan wisatawan domestik. Setelah makan siang kali ini menu sego pecel di sekitar kampus UGM yang cukup terkenal itu, wisata kami lanjutkan ke Keraton Yogya. Setelah membeli tiket  Rp 3000,-/orang, kita bisa memasuki Keraton dan melihat berbagai peninggalan sejarah disini, dari mulai busana-busana adat Keraton hingga photo Raja-Raja yang pernah berkuasa di Yogya. Puas mengelilingi Keraton, salah seorang penjaganya menyarankan kami untuk melihat proses pembuatan batik di salah satu perkampungan abdi dalem keraton. Disini kita dipersilahkan untuk mencoba memegang canting dan meneteskan lilin-lilin panas pada secarik kain, layaknya pembatik professional. Udara kota Yogya yang cukup panas membuat kita memutuskan kembali ke Hotel sebelum melanjutkan wisata ke tempat lain. 

Malamnya, kami mencoba bersantap malam dengan aneka jenis sambal di resto “Pondok Cabe” yang terletak di jalan Monumen Yogya Kembali/Monjali. Bagi pencinta rasa pedas, resto ini surganya. Berbagai jenis sambal, dari mulai sambal bawang hingga sambal terasi dengan tingkat kepedasan dari satu sampai 3 tersedia disini. Puas dengan santap malam, perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi alun-alun selatan, tempat pohon beringin kembar berada. Menurut mitos, barang siapa yang bisa melewati celah diantara beringin kembar dengan mata tertutup, maka permintaannya akan dikabulkan. 

Masih banyak lokasi wisata di Yogya yang belum sempat kami datangi, karena senin pagi kami harus kembali ke Jakarta dengan penerbangan pagi. Smoga di kesempatan berikutnya, lokasi wisata lain yang menarik bisa kami datangi.